Banyak ditemukan BPR Kolaps? Inilah Alasannya!
Dilansir dari Bisnis.com, dalam 15 tahun terakhir, sedikitnya tercatat 115 unit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dilikuidasi atau mengalami kebangkrutan. Ini berarti setidaknya terdapat 7 hingga 8 BPR yang mengalami kebangkrutan setiap tahunnya. Secara umum, BPR kolaps dikarenakan oleh kinerja keuangan yang buruk. Jumlah uang yang mereka pinjamkan ke nasabah tidak kembali, sehingga cadangan dana BPR semakin menipis dan akhirnya tidak dapat menanggung beban operasional.
Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Didik Madiyono, menjelaskan bahwa tingginya angka BPR kolaps tersebut dikarenakan banyaknya tindakan kecurangan yang terjadi dalam kegiatan BPR (fraud). Ironisnya, tindakan kecurangan yang menjadi titik awal BPR kolaps justru terjadi ketika BPR dalam kondisi sehat, namun tidak terdeteksi sejak dini. Alhasil kondisi tersebut membuat perputaran dana tidak berjalan dengan baik atau baru terungkap ketika BPR telah terlanjur kolaps.
Kasus Fraud yang Sering Terjadi
Fraud merupakan suatu atau rangkaian tindakan yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri maupun kelompok tertentu, serta merugikan pihak lain. Dalam aplikasinya, terdapat beberapa modus fraud yang sering menjadi akar masalah terjadinya BPR kolaps. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Kredit fiktif
Kredit fiktif merupakan pembuatan pengajuan kredit dengan identitas atau dokumen yang dipalsukan. Debitur, selaku nasabah biasanya melakukan pemalsuan sebagian atau seluruh dokumen dalam pengajuan kredit. Misalkan dengan membuat SPK yang dipalsukan. Sebenarnya pemalsuan dokumen ini dapat saja dihentikan apabila tim analis maupun administrasi teliti terhadap keaslian dokumen. Itulah sebabnya seringkali pembuatan kredit fiktif ini juga melibatkan pihak internal BPR.
Kredit fiktif berpotensi besar menyebabkan penggelapan ataupun kredit macet. Semakin banyak kredit fiktif yang disetujui oleh BPR, maka semakin besar potensi BPR kolaps dalam beberapa periode mendatang.
2. Penarikan dana tanpa izin
Untuk menjalankan modus tersebut, pelaku akan meminta tanda tangan nasabah pada form penarikan kosong, serta menyimpan buku tabungan/bilyet nasabah. Namun dalam beberapa kasus, mereka nekat memalsukan tandatangan nasabah, Dengan formulir penarikan yang sudah dimanipulasi dan buku tabungan/bilyet nasabah yang ditahan tersebut, mereka dapat menarik dana di BPR atas nama nasabah. Hal tersebut membuat sumber dana untuk perputaran modal terus berkurang akibat adanya penarikan dana tanpa izin.
3. Simpanan tidak tercatat dalam pembukuan
Dalam praktiknya, modus dari tindakan ini adalah dengan memanfaatkan celah administrasi yang longgar. Petugas yang menerima setoran dari nasabah tidak membuatkan catatan setoran nasabah di pembukuan. Hal tersebut memungkinkan oknum petugas mengelola dana nasabah secara pribadi, sedangkan BPR tidak menerima dana dari nasabah. Maraknya simpanan tidak tercatat menjadi salah satu penyebab BPR kolaps, karena membatasi kemampuan finansial BPR.
4. Angsuran yang tidak disetorkan
Selain berpotensi terjadinya penggelapan simpanan nasabah, sistem administrasi/pembukuan yang buruk juga berpotensi menyebabkan angsuran yang disetorkan nasabah tidak diteruskan ke kas BPR. Tindakan tersebut membuat kredit nasabah seakan-akan macet, sehingga BPR tidak mendapatkan pemasukan untuk pengembangan bisnis. Hal tersebut tidak hanya membuat pengembangan bisnis terhambat, namun dalam jangka panjang juga akan menyebabkan BPR kolaps.
Penyebab Tingginya Kasus Fraud
Untuk dapat menurunkan potensi BPR kolaps, maka BPR harus dapat menekan tindakan fraud yang terjadi baik dari sisi internal maupun eksternal. Apabila ditarik benang merahnya, berbagai tindakan fraud di atas dapat dilakukan dengan memanfaatkan celah administrasi. Meskipun mayoritas pegawai BPR bekerja dengan komputer, namun sistem pengelolaan dokumen yang digunakan umumnya masih menggunakan metode manual (dokumen cetak). Sistem administrasi konvensional tersebut membuat pengawasan lebih sulit dilakukan. Banyaknya dokumen yang tercetak membuat proses audit membutuhkan waktu lebih lama.
Demi meningkatkan efektivitas proses audit, BPR sangat disarankan untuk berpindah dari administrasi konvensional ke administrasi digital. Dengan memanfaatkan sistem penyimpanan dan pengelolaan arsip digital seperti PrimaDoc, setiap dokumen kredit dan transaksi akan lebih mudah untuk dicek oleh pihak pengawas. Proses audit keuangan BPR pun dapat dilakukan lebih sering untuk mendeteksi setiap kecurangan yang terjadi dengan lebih cepat!
Ingin mengetahui lebih banyak tentang fitur-fitur penyimpanan arsip digital? Silakan menghubungi tim marketing PrimaDoc! Kami siap untuk berdiskusi lebih banyak tentang kebutuhan lembaga Anda. (Septiani)