Pengawasan BPR Sulit, Peluang Fraud Semakin Menjamur
Fungsi pengawasan merupakan faktor penting dalam keberlangsungan kinerja lembaga keuangan, termasuk Badan Perkreditan Rakyat (BPR). Tanpa adanya pengawasan BPR yang baik, jalannya kegiatan usaha BPR akan sulit di kontrol. Berbagai tindakan fraud yang bersifat merugikan nasabah maupun BPR itu sendiri dapat terjadi tanpa disadari. Dampaknya, lambat laun akan menjadi bumerang yang dapat menyebabkan BPR terlikuidasi.
Tingginya Kasus Fraud di BPR
Menurut data yang dimiliki Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BPR menjadi lembaga keuangan dengan jumlah kasus tindak pidana perbankan atau fraud yang paling tinggi. Tercatat dalam 15 tahun terakhir, sudah ada 115 unit BPR yang bangkrut (dilikuidasi) akibat terjadinya fraud. Fakta tersebut menunjukan bahwa tindak penyimpangan (fraud) sangat mudah dilakukan di dalam BPR. Hal tersebut tidak terlepas dari pengawasan BPR yang sulit.
Tindakan fraud yang terjadi di BPR umumnya dilakukan oleh pihak internal (karyawan) maupun nasabah yang juga tidak terlepas dari peran orang dalam. Sayangnya, sejauh ini BPR kesulitan mendeteksi adanya tindakan fraud di dalam tubuh mereka sendiri. Lemahnya pengawasan BPR membuat lambatnya deteksi terhadap tindak kecurangan di dalam BPR menyebabkan kondisi keuangan yang tidak sehat. Dampaknya, BPR harus pasrah untuk dilikuidasi guna mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar lagi.
Sulitnya Pengawasan BPR Menjadi Sebab Menjamurnya Fraud
Menjamurnya tindak kecurangan (fraud) di BPR, tidak terlepas dari pengawasan BPR yang lemah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK), selaku lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kinerja lembaga keuangan seperti BPR menyatakan bahwa banyaknya jumlah BPR yang mencapai 1.506 lembaga, membuat pengawasan dengan intensitas harian sulit dilakukan.
Faktor jumlah bukanlah alasan utama yang menyebabkan sulitnya pengawasan BPR. Sistem administrasi di BPR, yang selama ini dilakukan secara konvensional justru menjadi sebab utama pengawasan intensif dilakukan pada BPR. Memang diakui, mayoritas BPR masih membuat laporan secara manual. Faktor pengetahuan atas teknologi digital yang masih sangat minim membuat kerja administrasi masih dilakukan secara konvensional.
Padahal, sistem pencatatan laporan secara konvensional justru menimbulkan berbagai celah kecurangan serta sulitnya pengawasan BPR. Belajar dari kasus kecurangan yang sudah terjadi, tindakan fraud banyak terjadi karena mudahnya memanipulasi dokumen transaksi. Misalkan saja form penarikan dana kosong, manipulasi data nasabah, dan sebagainya.
Di sisi lain, pembuatan laporan secara manual berarti mengharuskan pihak OJK mengakses langsung dokumen tersebut secara fisik. Hal ini akan membutuhkan waktu yang cukup lama, terutama dengan jumlah BPR yang begitu banyak.
Transformasi Digital Solusi Tingkatkan Kualitas Pengawasan BPR
Dalam rangka mengurangi tindak kecurangan yang terjadi di BPR, OJK menargetkan diberlakukannya sistem pelaporan berbasis digital di BPR. Digitalisasi laporan dapat menjadi solusi yang efektif dan efisien dalam meningkatkan kualitas pengawasan BPR. Transformasi digital pada sektor jasa keuangan yang meliputi aggregator informasi, produk, maupun layanan dapat meningkatkan aksesibilitas pengawasan terhadap setiap aktivitas kerja BPR.
Dengan transformasi digital, pengawasan tidak hanya membuat mudahnya akses dari pihak pengawas ke setiap pelaporan kerja BPR, namun juga meningkatkan kecepatan proses pengawasan dimana pengawasan bahkan dapat dilakukan secara real time. Dengan demikian, apabila terjadi tindak kecurangan, fungsi pengawasan akan dapat berjalan dalam mendeteksi dan mencegahnya.
Kantor pusat OJK dapat terhubung langsung dengan BPR di setiap daerah, yang mana akan memudahkan fungsi pengawasan BPR. Transformasi digital di BPR juga secara otomatis akan meningkatkan inklusi keuangan pada masyarakat mulai yang berada di pinggiran kota, pedesaan, hingga daerah-daerah pelosok.
Proses transformasi digital BPR dapat dimulai dari membangun sistem penyimpanan arsip berbasis digital. Setiap dokumen diubah menjadi bentuk digital dan kemudian disimpan dalam teknologi berbasis cloud. Arsip-arsip tersebut nantinya memungkinkan proses akses yang lebih praktis, karena lebih mudah disimpan, ditemukan, dihapus dan dikirimkan kapanpun diperlukan, termasuk untuk keperluan pengawasan OJK.
Dengan membangun digitalisasi arsip PrimaDoc, pengawasan BPR akan lebih mudah dan pada akhirnya meminimalisir peluang fraud atau manipulasi data. Setiap kejanggalan dalam dokumen akan lebih mudah diidentifikasi karena OJK dapat menjalankan pengecekan secara rutin pada dokumen BPR yang dikirimkan. Itulah sebabnya, segera konsultasikan dengan tim marketing PrimaDoc untuk mendapatkan solusi sistem penyimpanan arsip yang lebih baik bagi BPR Anda! (Septiani)