Apakah Data Nasabah Aman Jika BPR Menerapkan Digitalisasi Arsip

Apakah Data Nasabah Aman Jika BPR Menerapkan Digitalisasi Arsip?

Digitalisasi arsip pada Bank Perkrediatan Rakyat (BPR) mengalami tren peningkatan yang signifikan. Hal ini tidak terlepas dari dorongan pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memudahkan pengawasan secara intensif dan ketat pada lembaga keuangan, terutama BPR.

Tidak seperti pada perbankan umum, digitalisasi arsip merupakan hal yang baru bagi BPR. Skala lembaga keuangan yang tergolong kecil, serta keterbatasan SDM memaksa BPR terus menerapkan sistem administrasi secara konvensional. Itulah sebabnya, digitalisasi arsip memberikan tantangan tersendiri bagi BPR karena membutuhkan proses peralihan dan adaptasi.

Selain tantangan berupa wawasan dan keterampilan, digitalisasi arsip pada BPR juga masih dipertanyakan oleh beberapa pihak. Sebagian masih meragukan keamanan arsip digital karena dianggap mudah bocor dan disalahgunakan. Lantas apakah benar digitalisasi arsip justru menimbulkan masalah baru bagi BPR? Simak penjelasan lebih lengkapnya di bawah ini!

Dampak Kebocoran Data Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan seperti BPR, memiliki banyak data yang bersifat sensitif. Itulah sebabnya, kebocoran data akan menimbulkan kerugian material dalam jumlah besar. Misalnya kebocoran 2 juta nasabah BRI Life beberapa waktu lalu yang menyebabkan kerugian hingga USD 7 ribu. 

Selain kerugian material, kebocoran data juga menyebabkan kerugian non-material baik bagi BPR sendiri maupun bagi nasabah. Bagi BPR, terjadinya kebocoran data tentu akan mengakibatkan turunnya kepercayaan masyarakat pada BPR, yang secara jangka panjang dapat mengakibatkan kerugian lebih besar. Sedangkan bagi nasabah, kebocoran data memungkinkan penyalahgunaan data pribadi untuk kepentingan pihak tertentu seperti pengajuan kredit palsu, kepentingan politik, dan sebagainya.

Jika dilihat secara objektif, kebocoran data tidak hanya terjadi pada BPR yang melakukan digitalisasi arsip saja. Pengelolaan dokumen secara konvensional juga memungkinkan terjadinya kebocoran data jika terdapat oknum yang memiliki niat dan mengetahui celah keamanannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa potensi kebocoran data yang dikelola secara konvensional jauh lebih tinggi mengingat sulitnya deteksi dan monitoring terhadap dokumen konvensional jika dibandingkan data digital.

Pembobolan dokumen pada gudang penyimpanan arsip atau penyalahgunaan data pribadi nasabah oleh oknum internal BPR bukan merupakan hal yang baru. Contohnya, petugas bank yang menyimpan buku tabungan nasabah untuk kemudian melakukan transaksi penarikan tanpa sepengetahuan nasabah. Contoh lain adalah pencurian data nasabah oleh oknum internal, untuk dimanfaatkan dalam pengajuan kredit palsu ke bank lain. Beberapa kasus lainnya adalah penggelapan bukti setoran, manipulasi data nasabah, dan sebagainya.

Faktor terjadinya kebocoran data sebenarnya bukan terdapat pada metode pengarsipan yang diterapkan, namun lebih pada sistem keamanannya. Penerapan sistem keamanan yang longgar dapat menyebabkan mudahnya kebocoran data, baik penyimpanan secara konvensional maupun digital. Data-data nasabah maupun arsip lembaga akan terjaga dengan baik jika BPR menerapkan penyimpanan arsip digital dengan sistem keamanan yang berkualitas.

Pentingnya Pengamanan Data

 Kebocoran data dapat mengakibatkan kerugian yang besar, baik pada nasabah maupun lembaga. Sayangnya saat ini manajemen BPR lebih banyak yang mengutamakan pengelolaan proses bisnis daripada keamanan penyimpanan dan pengolahan data. Padahal memutuskan untuk menerapkan digitalisasi arsip dan memastikan setiap data dilindungi oleh sistem keamanan yang memadai, merupakan hal yang sangat krusial untuk diprioritaskan.

Berbagai langkah pengetatan keamanan digitalisasi arsip dapat diterapkan oleh BPR. Misalnya penerapan sistem enkripsi, manajemen akses, perubahan password secara rutin, hingga monitoring jaringan yang dilakukan secara intensif. Ketika memutuskan untuk mulai menerapkan digitalisasi arsip BPR, manajemen juga perlu memastikan bahwa sistem yang akan digunakan memiliki fitur-fitur keamanan yang memadai seperti PrimaDoc. 

Sistem PrimaDoc dilengkapi dengan fitur enkripsi yang dapat meminimalisir resiko data bocor. Teknologinya akan mengubah data menjadi acak secara otomatis saat diakses oleh pihak yang tidak berkepentingan, sehingga membuatnya lebih sulit untuk dimanfaatkan. Selain itu, PrimaDoc juga menyediakan fitur untuk pengelolaan akses agar lembaga dapat menerapkan pengelolaan arsip sesuai dengan kewenangan masing-masing pegawai. 

Dengan sistem yang dilengkapi berbagai fitur keamanan seperti PrimaDoc, data digital lembaga BPR akan lebih terlindungi. Lembaga akan lebih dipercaya oleh nasabah untuk menyimpan data-data pribadi mereka dalam setiap proses administrasinya. Tentu saja, sistem keamanan yang diterapkan dapat didiskusikan lebih lanjut dengan tim marketing PrimaDoc sesuai dengan kebutuhan lembaga BPR Anda! (Septiani)

Similar Posts