Bagaimana Legalitas Dokumen Setelah Proses Alih Media Arsip?
Digitalisasi arsip menjadi salah satu tren era digital yang banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di berbagai sektor industri. Perkembangan teknologi pengelolaan data dan informasi yang begitu pesat, serta pandemi Covid-19 yang sempat memaksa perusahaan-perusahaan di sektor-sektor non esensial menjalankan sistem kerja remot, menjadi faktor utama banyaknya perusahaan yang mulai beralih ke sistem arsip digital.
Meskipun kini aktivitas perkantoran dapat kembali dijalankan secara normal, nyatanya tren digitalisasi arsip terus terjadi. Hal ini dikarenakan pengelolaan arsip digital yang jauh lebih efisien, cepat dan efektif dibandingkan pengelolaan arsip cetak. Dokumen dapat dengan mudah dan cepat ditemukan melalui fitur pencarian, berbagi arsip melalui dengan memanfaatkan jaringan internet tanpa harus mencetak, hingga laporan dan koordinasi dengan arsip digital.
Alih Media, Langkah Awal Penerapan Digitalisasi Arsip
Digitalisasi arsip diawali dengan proses alih media, yaitu proses mengubah arsip cetak menjadi file digital. Setelah melalui proses alih media, perusahaan dapat menghancurkan arsip cetak yang lama atau memilih untuk menyimpannya. Nantinya file digital yang dihasilkan akan di tata kedalam sistem pengelolaan arsip perusahaan untuk kemudian digunakan dalam operasional perusahaan.
Meskipun fungsi dan manfaat yang ditimbulkan dari digitalisasi arsip telah terbukti dan diakui secara luas, nyatanya sebagian pihak masih menunda untuk melakukan alih media pada arsip perusahaan mereka. Salah satu alasannya adalah keraguan terhadap legalitas dokumen yang dialihmediakan. Berbagai kalangan masih menanyakan terkait keabsahan arsip digital.
Dokumen Digital Tidak Memiliki Aspek Legalitas, Benarkah?
Keraguan terhadap legalitas dokumen digital umumnya mengacu pada kecocokan isi, keaslian tanda tangan, serta nomor registrasi dokumen. Dokumen digital dianggap sangat rentan untuk dimanipulasi. Terlebih lagi, dengan perkembangan teknologi digital yang kini sudah semakin canggih. Oleh sebab itu, berbagai pihak menganggap bahwa arsip digital sangat rentan untuk dimanipulasi. Misalnya, seperti merubah isi dokumen digital ataupun pemalsuan tanda tangan.
Meskipun tindakan manipulasi arsip digital sangat mungkin untuk dilakukan, pemerintah telah menetapkan standar proses legalisasi dokumen digital. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan ke Dalam Microfilm atau Media Lainnya dan Legalisasi. Aturan ini menjadi dasar hukum yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk menetapkan legalitas dokumen digital mereka.
Selain itu, pemerintah juga telah mengatur penyelenggaraan Tanda Tangan Elektronik (TTE) sebagai metode yang sah untuk memastikan keabsahan legalitas dokumen digital. TTE memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sama seperti tanda tangan manual. Untuk mendapatkan kekuatan yang sama di mata hukum, TTE harus tersertifikasi dan memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. TTE yang tersertifikasi merupakan TTE yang dibuat menggunakan Sertifikat Elektronik (SrE) oleh penyelenggara sertifikat elektronik Indonesia yang mendapat pengakuan pemerintah, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo).
Penetapan Legalitas Dokumen Digital
Legalitas dokumen digital memiliki kekuatan yang sama kuatnya seperti arsip cetak dimata hukum. Hal ini tertuang pada Pasal 5 ayat (1) Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008. Akan tetapi, status tersebut tidak didapatkan begitu saja. Agar legalitas dokumen diakui sebagai alat bukti yang sah, setiap dokumen yang telah dialih media ke bentuk digital perlu melalui proses legalisasi terlebih dahulu. Legalisasi ini bertujuan untuk menegaskan keaslian isi, nomor registrasi dan tanda tangan di dalamnya. Pihak yang wajib menetapkan legalitas dokumen digital ini adalah eksekutif perusahaan maupun pejabat di lingkungan perusahaan yang telah ditunjuk sebelumnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 1999 Pasal 13 Ayat (1), proses legalisasi dokumen harus disertai dengan berita acara. Berita acara tersebut wajib memuat informasi yang lengkap meliputi keterangan dilakukannya legalisasi (tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun), keterangan mengenai jenis dokumen, keterangan bahwa pengalihan dokumen perusahaan dilakukan sesuai dengan naskah aslinya, serta adanya tanda tangan dan nama jelas pejabat yang bersangkutan. Tujuan dari dibuatnya berita acara ini adalah untuk memperkuat keabsahan legalitas dokumen digital.
Jadi, Anda tidak perlu lagi ragu untuk menjalankan digitalisasi arsip. Selain telah tersedia berbagai regulasi dan sistem pendukung, digitalisasi arsip juga semakin mudah dilakukan dengan dukungan tim profesional seperti PrimaDoc. Tim yang telah bersertifikat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan berpengalaman dalam pengelolaan arsip, siap untuk membantu Anda menjalankan proses digitalisasi arsip, termasuk proses alih media. Untuk informasi selengkapnya tentang produk dan layanan kami, hubungi tim marketing PrimaDoc! (Septiani)